Geger ; Film dokumenter Gigolo Bali
Baru-baru ini beredar trailer film dokumenter yang menceritakan sepak terjang gigolo alias pria penghibur wanita di Bali."Cowboy in Paradise" itulah judul film documenter yang berdurasi sekitar 2 menit itu menggambarkan aktifitas pemuda petualang cinta di Bali,khusunya pantai kuta,seperti yang di beritakan detik news hari ini.berbagai komentarpun bermunculan atas tanggapan trailer film documenter ini,yang jelas dengan beredarnya film tersebut warga setempat merasa di rugikan.
Namun, bukan soal itu yang menjadi masalah buat saya. Tetapi reaksi yang dipertontonkan oleh pejabat Pariwisata Bali itu yang membuat saya, maaf, "mual" karena ia mencerminkan kemunafikan yang luar biasa. alih-alih dia mengakui bahwa fenomena wisata sex itu memang ada dan berupaya untuk mengaturnya supaya terkendali dan dapat dikontrol, dia justru menolak eksistensinya.Tentu saja hal ini hanya akan berdampak digunakannya berbagai cara tidak normal dalam rangka "membuktikan" statemen sang pejabat. Biasanya akan dilakukan "sweeping" atau penangkapan atau operasi "penertiban" dalam tempo sehari dua atau seminggu. Tapi setelah heboh film itu reda, maka situasi akan balik lagi. Mengapa? Ya karena memang industri wisata di Bali sudah sangat sulit untuk melepaskan diri dari logika, praksis, dan jejaring wisata global yang salah satu atraksinya adalah sex (selain judi dan obat terlarang!).
Apa yang kita harapkan dari sebuah surga wisata global seperti Bali? Suasana religius seperti Vatikan atau Mekkah? Hanya orang dungu saja yang berharap seperti itu. Dalam posisi bagian dari jejaring wisata global seperti ini, Bali dan tempat-tempat wisata sejenisnya di mana saja di dunia pasti akan menjadi sasaran apa yang disebut "the global sex toursim." Hanya sedikit sekali, untuk tidak mengatakan tidak ada, daerah wisata global yang imun dari praktik seperti itu. Mungkin kalau Bali menjadi wisata ziarah seperti Lourdes, Yerusalem, atau makam-makam para Waliyullah, maka kemungkinan bagi berkembangnya industri wisata sex bisa dihilangkan atau ditekan seminimum mungkin. Dalam konteks Bali seperti sekarang, membantah kenyataan yang ditampilkan oleh film dokumenter itu saya kira sama dengan membantah fakta bahwa matahari terbit dari Timur.
Daripada aparat dan pejabat di Bali hidup dalam kepura-puraan dan menganggap daerah wisata tersebut masih "perawan" dan "seratus persen suci," lebih baik mereka segera membuat aturan main untuk para wisatawan asing dan kegiatan wisata global di propinsi tersebut sehingga tidak perlu berpura-pura "malu" jika ada pihak yang membuat film atau sejenisnya berkaitan dengan kehidupan turisme seperti itu. Kalau memang mau tegas dan meng"haramkan" praktik "casual sex", ya bikin saja aturan yang efektif. Mungkin saja aturan tersebut akan gagal atau membuat turisme di Bali merosot.
Tetapi itu adalah sebuah resiko yang harus ditanggung. Atau kalau memang masalah tersebut merupakan sebuah ekses yang tak mungkin dicegah lagi, karena bagian dari wisata global itu tadi, maka Pemerintah daerah dan rakyat Bali juga mesti bersiap-siap dan mampu menjawab secara rasional kalau ada produksi-produksi film dan video seperti itu di masa depan. Ketimbang berpura-pura sok suci dan ujung-ujungnya malu kalau ketahuan dan reaktif, sikap yang jujur barangkali akan membuat masyarakat mencoba belajar dari sebuah perubahan dan kebijakan publik yang sudah dipilih. Bukankah setiap pilihan kebijakan mengandung resiko?
Alangkah ironisnya ketika Gubernur Bali menolak penerapan UU Pronografi karena alasan kultural, tetapi ketika terjadi ekses wisata global seperti ditayangkan dalam film dokumenter ini lantas anak buahnya mencoba mengingkari dan menolak eksistensinya? Orang bilang: "The truth will set you free." Enak dikatakan tapi susah untuk dipraktekkan, bukan?
source:
http://www.detiknews.com/read/2010/04/26/115447/1345428/10/film-dokumenter-tentang-gigolo-cowboys-in-paradise-gegerkan-bali
http://www.youtube.com/watch?v=yDPNeXSVmak&feature=watch_response_rev
wah banyak juga macam sex di pulau nomor satu didunia itu ya...
BalasHapushoho..
The truth will set you free..
mungkin itu memang sebuah resiko untuk pulau seperti bali yaa,,
Bali adalah salah satu milik bangsa yang paling indah dan berbudaya luhur. Jangan dikorbankan di atas altar wisata global..
BalasHapus*sek di Bali? ah sudah jd rahasia umum kalo itu..
hmm, saya baru dengar soal ni film, tapi klo masalah kritikan buat ni film aku nggak ikut campur, asalkan nama indonesia khususnya pulau yang bersangkutan citranya nggak menjadi jelek sah2 aja deh...
BalasHapusbali memang surganya para wisatawan dunia, mudah2an bali lebih banyak dilihat orang dari sisi positifnya dari pada negatifnya...
BalasHapusMawas diri dan buktikan bahwa kita tidak seperti itu!
BalasHapus@ dimas..sudah jelas film ini menjelek2an BALI tp tidak menjelekan Indonesia,,kan orang barat tau bali tp ngga tau indonesia...:c
BalasHapuswaduh klo kaya begini, mungkin dibali jadi banyak sisi negatifnya neh hik,,hik,,
BalasHapusklo kebali jd mikir2 dulu dah
@ moenas..yah kali2 aja dirimu pnya bakat terpendam..:f ,tp tenang aja itu film kayaknya bwt ngejelek-jelekin bali dech..
BalasHapuspeniruan budaya yang kebabLasan
BalasHapusIya nih...
BalasHapusaQ juga sempat baca di yaHoo.com
mungkin ini hanya salah satu dari sekian banyak bisni begini yang bisa diungkap....
Tenang sob Tenang ,, Dunia Biar Dinikmati sepuas2nya Oleh Mereka ,Kita tonton Aja ha ah aha ha:c
BalasHapusKata Rhoma Irama "Pesta pasti berakhir"
sebuah efek yag lahir dari tempat wisata dengan berbagai macam budaya,
BalasHapustapi pada dasarnya
tempat wisata adalah empat orang mencari kesenangan..
dan film tsb salah satu contohnya
wah wah wah dari judulnya saja gigolo bali gimana kalo filmnya ya...jadi penasaran nih bung aan ! nice post friend
BalasHapus@ om rame n shanusy.. ,efek dari tatanan global yg berdampak sistemik..:s
BalasHapus@ goo blog..kalo menurut trailernya gmbaran dr pantai kuta,,gmna pantai2 yg lain ya? :i
@ mundo..yg gw inget dr bang rhoma untuk trailer ini "mengapa yang enak2 itu yang di larang.."
@ master..gmna master ada rencana bwt ke bali ngga?ehehe :c
setuju... aku dukung pemikiran mas...
BalasHapusWah ,ane td bru nton britax di tv mas, tp bneran g2 beritanya ?
BalasHapus@ albertus..siplah dukung saya! :a
BalasHapus@ Ratasoe,,beneran laa,
Sedia : Gigolo Second atau baru.. Gress... servis memuaskan...
BalasHapusKunjungi abangaffan.blogspot.com untuk mendapatkan gigolo inceran anda...
wahahhahaahahah... mammmpiirrr aaaaaaaaaannnn...
Yaaaahhh, klo mnurut aq, pariwisata slalu mengundang/mengandung resiko... apapun itu, yaaa di antaranya kebebasan seksual, lintas perdagangan narkoba, dsb... Ditinjau dr segi devisa, menguntungkan... tapi... jgn tanya soal moral... kayaknya ud nomor ke seratus tuuuhhh... wehehe... btw, harap diingat ... Indonesia itu terkenal di luar negeri... salah satu yg paling menonjol adalah Bali... jdi, ya pinter2 aparat laaah utk menertibkan situasi di sana... klo masyarakat siiihhh, selama gak terjadi tindak kekerasan/kriminal, biasanya oke2 saaazzzaaaa...
BalasHapussepertinya film ini marak sekali diperbincangkan sekarang gimana ya filmnya
BalasHapuskoboi di surga memang lagi ngetrend nih sekarang
BalasHapusJadi An, Bali itu sebelah mananya Indonesia ya?
BalasHapusfilmnya sepertinya tidak mendidik,,hanya berisi informasi, ini bentuk penjajahan karena saya yakin dan tau watak mereka(usa), yang perlahan menggerogoti moral suatu bangsa, media lah alat penjajahan yang di manfaatkan itu,,mari kita saring film ini dan kita telaah bersama sebagai bangsa indonesia
BalasHapushmmm.. saya sendiri baru tau tadi tentang berita gigolo bali pas nonton tv online milik salah satu blogger senior.. anehnya kenapa harus bali yah..? bikin gak enak body ajah di mata dunia.. mana pake acara menang lagi tuh film dokumenter..hiksss
BalasHapussetuju sekali sahabat ... !
BalasHapusbenar juga ulasannya ..
BalasHapusudah gak bisa di pungkiri ... mungkin razia 1 atau 2 bulan aja .. seiring filmnya selesai pasti bakala balik lagi kayak dulu ...
begitulah Indonesia ...
Bukan rahasia lagi bahwa bali dianggap surga, karena di sana begitu bebasnya perjudian, miras, prostitusi, pokoknya yang enak-enak. Tapi akibat kebebasan itu turunnya moral, salah dianggap bener dan bener dianggap salah, tidak ada lagi kejujuran, contohnnya diperlihatkan oknum pejabat itu.Tapi harapan itu akan selalu ada bagi perubahan Indonesia yang lebih baik..
BalasHapuswah mencemarkan niy...
BalasHapusPOLUTANT at Bali no way!!
salam persahabatan
aku follow ya..
Laah di Jakarta aja UU pornografi gak kedengeran gaungnya gimana..
BalasHapusgak jelas, apakah udah ada yg kena tindak dari UU tersebut. Padahal di Jkt juga udah banyak yg terang-terangan tuh
mendukung cara pandang mu yg positif u/ kemajuan pencitraan diri Indonesia
BalasHapusiya bener.. film ini bikin geger deh.. kenapa gak sisi sisi yang baik aja dari bali??? atau cuma bikin sensasi??? tau lah...
BalasHapusWah..kenap sih dibesar2kan
BalasHapusyang dilihat ke Bali kan ngga yang begitu?
*ngga rela*
hehhe
ya ampun ada2 aja,tapi ga aneh d pulau bali,,hmmm
BalasHapusabsen kunjungan
BalasHapuskunjungan sore ,sambil nunggu posting baru
BalasHapustipikal orang kita bung...kebakaran jenggot kalo udah terekpos...pdhal praktek begitu udah dari dulu...udah jd rahasia umum
BalasHapus