Dunia Tanpa Mata
Mengapa kita sebagai manusia tidak saling menghargai satu sama lain. Apa karna Uang, Ekonomi, kekuasaan harus menindas yang lemah?
Hiporia kesehatan yang murah dan gratis bagi rakyat miskin ternyata hanya omong kosong, sehingga muncul seorang anak kecil seperti dewa yang diagungkan. Nyatanya memang adanya.
Kita adalah bangsa yang bermartabat seperti Eyang saya katakan saat itu. Akan tetapi apanya yang bermartabat kalo sampai masyarakat bagian dari negara ini meminum, mengambil air dari selokan seperti di Jombang (Ponari),ponari versi lain muncul juga di tegal beberapa bulan yang lalu, Seharusnya kita malu, karna martabat kita adalah sekelas air dari selokan. Ada kasus di daerah Banten (Kasemen) yang makan nasi aking, kekurangan gizi. Benar sekali bahwa suasana kepolitikan di negeri ini sedang mengalami "social trust" yang cukup rendah terhadap Pemerintah.
Banyak kalangan yang menuding Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, sedang dilanda "autism syndrome". Atau dalam bahasa sederhana nya lagi 'asyik sendiri' dan tidak terlalu hirau dengan apa yang terjasdi di sekitar nya. Para pejabat negara, rupa nya sudah kurang mampu lagi membaca keinginan dan kebutuhan warga masyarakat. Para pemimpin Partai Politik dan pasukan nya di DPR, seolah-olah ikut terjebak atau malah menjebakkan diri dalam carut marut kepolitikan di panggung nasional terkait dengan detik-detik akhir rapat Paripurna nya.
Akibat nya wajar, walau pun hanya berjarak sekitar 10 Km dari Istana Negara, ternyata jeritan dan isak tangis 3 orang bayi kembar yang berumur 5 hari tidak lah mampu didengar dengan baik. Sungguh sedih nurani ini, ketika menyaksikan betapa susah nya sebuah keluarga miskin di pinggiran ibu kota negara yang bersusah payah mencari rumah sakit yang mampu memberi kehangatan pada sang bayi kembar. Rata-rata mereka "menolak" melakukan perawatan. Bahkan ketika singgah di RSUD Tangerang pun mereka seperti "diterlantarkan". Padahal Direktur RSUD itu adalah suami nya Menteri Kesehatan ? Akhir nya, satu bayi kembar 3 itu pun menghembuskan nafas terakhirnya, karena ketidak-sigapan kita semua. Betul-betul sangat keterlaluan, memalukan dan juga memilukan.
Negeri dan bangsa yang sudah 64 tahun merdeka, ternyata masih tega mengorbankan seorang anak bangsa nya yang baru 5 hari menghirup udara "tanah merdeka", dikarenakan memudar nya rasa sayang dan cinta terhadap nasib sesama. diujung gang yang lain ada Gia Wahyuningsih,bocah 4 taun dari bekasi ini terpaksa di pasung ayahnya sendiri karena ayahnya harus mengamen untuk menafkahi hidupnya,walaupun dalam perkembanganya si ayah harus berurusan dengan polisi karena di duga ada catatan kriminal,namun apapun penyebabnya faktor kemiskinanlah yang menjadi pemicunya.
Kemana para pengurus RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Walikota dan pejabat terkait? Apakah mereka masih terlelap tidur? Wajar kalo mereka tidur karna kasur mereka lebih nyaman daripada rakyat miskin di sekitarnya. Kenapa kita harus mengurusi orang yang nikah siri,atau ribut2 soal century,
Begitu pula dengan yang terjadi di Desa Tenjolaya, Pasir Jambu, Bandung, Jawa Barat, yang dalam beberapa terakhir ini dilanda musibah bencana alam banjir dan longsor. Kejadian tragis yang menyebabkan sebuah perumahan tertutupi tanah merah dan menyebabkan lebih dari 40 orang "hilang" tertelan tanah, sungguh merupakan tragedi kemanusiaan yang menyedihkan. Ironis nya Bupati baru berkunjung ke lokasi setelah 6 jam dari berlangsung nya musibah. Gubernur baru besok hari nya. Begitu pun dengan pejabat negara dari tingkat pusat. Apakah tidak mampu lebih cepat lagi ? Bukankah jargon "lebih cepat lebih baik" pernah mengumandang di negeri ini ? Begitulah suasana yang tengah kita hadapi.
Di satu sisi ada yang sibuk dengan soal pencitraan namun di sisi lain ada juga sebagian anak bangsa yang butuh selimut dan dapur umum guna mengatasi malam yang dingin dan perut yang keroncongan karena rasa lapar dan trauma yang mencekam. Di satu pihak ada yang asyik mengurus pesawat kepresiden, pagar istana, mobil mewah dan yang serupa dengan itu, tapi di sudut kehidupan lain ada juga anak bangsa yang tetap terjerat kesulitan hidup yang melembaga. Masih banyak yang kompleks permasalahan di Nusantara ini yang harus segera diselesaikan, bukan melah eker-ekeran, obral janji atau ngurusi yang tidak-tidak. Inilah potret dari negara kita yang tak memiliki mata untuk saling menghargai sesama manusia
Kita adalah bangsa yang bermartabat seperti Eyang saya katakan saat itu. Akan tetapi apanya yang bermartabat kalo sampai masyarakat bagian dari negara ini meminum, mengambil air dari selokan seperti di Jombang (Ponari),ponari versi lain muncul juga di tegal beberapa bulan yang lalu, Seharusnya kita malu, karna martabat kita adalah sekelas air dari selokan. Ada kasus di daerah Banten (Kasemen) yang makan nasi aking, kekurangan gizi. Benar sekali bahwa suasana kepolitikan di negeri ini sedang mengalami "social trust" yang cukup rendah terhadap Pemerintah.
Banyak kalangan yang menuding Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, sedang dilanda "autism syndrome". Atau dalam bahasa sederhana nya lagi 'asyik sendiri' dan tidak terlalu hirau dengan apa yang terjasdi di sekitar nya. Para pejabat negara, rupa nya sudah kurang mampu lagi membaca keinginan dan kebutuhan warga masyarakat. Para pemimpin Partai Politik dan pasukan nya di DPR, seolah-olah ikut terjebak atau malah menjebakkan diri dalam carut marut kepolitikan di panggung nasional terkait dengan detik-detik akhir rapat Paripurna nya.
Akibat nya wajar, walau pun hanya berjarak sekitar 10 Km dari Istana Negara, ternyata jeritan dan isak tangis 3 orang bayi kembar yang berumur 5 hari tidak lah mampu didengar dengan baik. Sungguh sedih nurani ini, ketika menyaksikan betapa susah nya sebuah keluarga miskin di pinggiran ibu kota negara yang bersusah payah mencari rumah sakit yang mampu memberi kehangatan pada sang bayi kembar. Rata-rata mereka "menolak" melakukan perawatan. Bahkan ketika singgah di RSUD Tangerang pun mereka seperti "diterlantarkan". Padahal Direktur RSUD itu adalah suami nya Menteri Kesehatan ? Akhir nya, satu bayi kembar 3 itu pun menghembuskan nafas terakhirnya, karena ketidak-sigapan kita semua. Betul-betul sangat keterlaluan, memalukan dan juga memilukan.
Negeri dan bangsa yang sudah 64 tahun merdeka, ternyata masih tega mengorbankan seorang anak bangsa nya yang baru 5 hari menghirup udara "tanah merdeka", dikarenakan memudar nya rasa sayang dan cinta terhadap nasib sesama. diujung gang yang lain ada Gia Wahyuningsih,bocah 4 taun dari bekasi ini terpaksa di pasung ayahnya sendiri karena ayahnya harus mengamen untuk menafkahi hidupnya,walaupun dalam perkembanganya si ayah harus berurusan dengan polisi karena di duga ada catatan kriminal,namun apapun penyebabnya faktor kemiskinanlah yang menjadi pemicunya.
Kemana para pengurus RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Walikota dan pejabat terkait? Apakah mereka masih terlelap tidur? Wajar kalo mereka tidur karna kasur mereka lebih nyaman daripada rakyat miskin di sekitarnya. Kenapa kita harus mengurusi orang yang nikah siri,atau ribut2 soal century,
Begitu pula dengan yang terjadi di Desa Tenjolaya, Pasir Jambu, Bandung, Jawa Barat, yang dalam beberapa terakhir ini dilanda musibah bencana alam banjir dan longsor. Kejadian tragis yang menyebabkan sebuah perumahan tertutupi tanah merah dan menyebabkan lebih dari 40 orang "hilang" tertelan tanah, sungguh merupakan tragedi kemanusiaan yang menyedihkan. Ironis nya Bupati baru berkunjung ke lokasi setelah 6 jam dari berlangsung nya musibah. Gubernur baru besok hari nya. Begitu pun dengan pejabat negara dari tingkat pusat. Apakah tidak mampu lebih cepat lagi ? Bukankah jargon "lebih cepat lebih baik" pernah mengumandang di negeri ini ? Begitulah suasana yang tengah kita hadapi.
Di satu sisi ada yang sibuk dengan soal pencitraan namun di sisi lain ada juga sebagian anak bangsa yang butuh selimut dan dapur umum guna mengatasi malam yang dingin dan perut yang keroncongan karena rasa lapar dan trauma yang mencekam. Di satu pihak ada yang asyik mengurus pesawat kepresiden, pagar istana, mobil mewah dan yang serupa dengan itu, tapi di sudut kehidupan lain ada juga anak bangsa yang tetap terjerat kesulitan hidup yang melembaga. Masih banyak yang kompleks permasalahan di Nusantara ini yang harus segera diselesaikan, bukan melah eker-ekeran, obral janji atau ngurusi yang tidak-tidak. Inilah potret dari negara kita yang tak memiliki mata untuk saling menghargai sesama manusia
Wah.... dunia tanpa mata? apa jadinya.....?:28
BalasHapusDunia tanpa mata. Sepakat. Penuntasan kasus Century sepertinya masih jauh dari harapan. SBY sendiri membela Boediono hmmmm...
BalasHapusDunia tanpa mata!+ itulh yg terjdi di indonesia saat ini.
BalasHapusDunia tanpa metal??? hahaha...
BalasHapusibaratkan manusianya tanpa hati....
BalasHapuslebih tragis dari sebuah tragedi lainnya..
junjung tinggi kepedulian kita kawan,,,
utk yg kena musibah,,
semoga tabah atas cobaannya...
salam..
kesehatan murahdan gratis nggak omongkosong lho di kampung keboo. soalnya berobat di puskesmas gratistis dari 2 tahun lalu.. tapi emang buat rumah sakit tetep bayar.hoho
BalasHapusijin nyimak gan :D
BalasHapussalam sahabat
BalasHapuswah bisa dibayangkan kalo ga ada he..he..semoga semua berjalan dengan baik ya..thnxs n good luck
dunia tanpa mata, mang seperti ini sekrang, mereka yg diatas dah pada g ngliat yg d bawah
BalasHapussekarang mah money is eperithing, semua di lakukan karena uang......
BalasHapusMemang sangat memprihatinkan......
BalasHapusDunia tanpa mata...
Tragis... ironis dan miris...
Oh iya sob ada bingkisan di rumah mohon diterima ya
JIka di pedesaan mulai terkikis rasa saling menghargai maka apa jadinya? karena saling menghargai di kota sudah sulit didapatkan
BalasHapusDunia tanpa mata... gelaaaaaaapppp
bermata tapi tak melihat, bertelinga tapi tak mendengar, begitulah kira-kira mereka
BalasHapus:19 menyedihkan dunia tanpa mata
BalasHapus:50 apalagi kalo ngga pake mata hati...miris ya An, ada award An...ketempatku yah kalo ngga bosen..
BalasHapusAn aku belum sempet buang shoutmixnya en ganti jadi cbox. ngehapus shoutmixnya gimana trus....sapaan lama ilang dong...lengkapin dong pelajarannya...:49
BalasHapusWah mantab Mas ulasannya, salut nih ... Memang saat ini negara kita harus melek. Melihat kondisi rakyat yang butuh rasa aman, tentram, kesejahteraan.
BalasHapusbtw ... ada yang musti diambil nih, datang ketempatku ya ...
bener juga kata eyang mas aan tuh ! kita harus segera berbenah dri sekarang bahwa bangsa kita bermartabat atau mau bangsa kita di sebut bermartabak !!!! :37
BalasHapustepat sekali sahabat, andaikan saja mata tidak hanya sekedar melihat tapi juga dapat mendengar, maka jeritan dan isak tangis bayi akan terdengar lantang ...
BalasHapusSampai sekarang bangsa kita (atau para pemimpinnya??) belum juga dewasa. Ketidakadilan masih ada di sana-sini. Rakyat kecil lagi2 menjadi korbannya..
BalasHapusMasih belum sadarkah kita bencana yang datang bertubi2? Itu adalah peringatan bagi kita yang sudah banyak membuat kerusakan di muka bumi ini...
BalasHapusDunia emang ga punya mata, penghuninya tuh yang punya.. hehehe
BalasHapusSalut sm Aan yg selalu bikin postingan berbobot.. :39
Wah, semoga mereka membaca kisah ini.
BalasHapusKemanusiaan itu begitu mulia, bagaimana jika itu dikesampingkan?
cinta buta mah daku dah tau. dunia buta? wew
BalasHapusgmna ya................jangan tanpa mata...pake mata aj kadang salah melangkah... :14
BalasHapusbermata tapi tak melihat... :31
BalasHapusBrkunjung mlm, wah ironis jg ya, ibarat kata bayi yg teriak dlm kandunga..
BalasHapus